Tahlil dan Dzikir Jamaah


• Bagaimana hukumnya tahlil?

Mengapa hukumnya tahlil ditanyakan? Bukankah tahlil itu sighat masdar dari madzi hallala yang artinya baca Laa Ilaaha Illa Allah.

• Bagaimana dengan makna tahlil menurut istilah yang berlaku di kampung-kampung itu?

Tahlil menurut istilah yang berlaku di kampung-kampung, kota-kota bahkan seluruh penjuru dunia adalah berisi bacaan Laa Ilaaha Illa Allah, Subhaana Allah wa bi Hamdihi, Astaghfirullah al-Adzim, sholawat, ayat-ayat al-Qur’an, Fatihah, Muawwidzatain dan sebagainya apakah juga masih ditanyakan hukumnya?

• Apakah ada aturan berdzikir secara jamaah sebagaimana dilakukan jamaah NU?

Kita mungkin perlu memperhatikan surat al-Kahfi ayat 28 yang artinya:

”Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka.”

Di samping ayat disebutkan diatas, diantara ayat yang biasa anda dan kyai NU pahami sebagai anjuran dzikir berjama'ah adalah sebagai berikut:

"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran:191)

Ayat di atas, dianggap sebagai dalil yang membolehkan dzikir berjama'ah karena menggunakan sighat (konteks) jama' (plural) yaitu yadzkuruna. Menurut kyai NU jama’ berarti banyak dan banyak artinya bersama-sama.
Pengambilan dalil semacam ini menurut saya adalah tidak benar, karena tidak setiap kalimat yang disampaikan dalam bentuk jama’ harus dipahami bahwa itu dilakukan dengan bersama-sama.
Syaikh Dr. Muhammad bin Abdur Rahman al-Khumayyis, penulis makalah Adz-Dzikr al-Jama’i baina al-Ittiba’ wal ibtida’ (telah dibukukan dengan judul yang sama), menjelaskan bahwa sighat (konteks) jama’ dalam ayat di atas adalah sebagai anjuran yang bersifat umum dan menyeluruh kepada semua umat Islam untuk berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala tanpa kecuali, bukan anjuran untuk melakukan dzikir berjama'ah.
Selain itu jika sighat (konteks) jama’ dalam ayat tersebut dipahami sebagai anjuran untuk melakukan dzikir secara berjama'ah atau bersama-sama maka kita akan kebingungan dalam memahami kelanjutan ayat tersebut. Disebutkan bahwa dzikir itu dilakukan dengan cara berdiri (qiyaman), duduk (qu'udan) dan berbaring ('ala junubihim). Nah bagaimanakah praktek dzikir bersama-sama dengan cara berdiri, duduk dan berbaring itu? Apakah ada dzikir berjama'ah dengan cara seperti ini?

• Permasalahan lainnya adalah bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah Saw dan para shahabat berada di samping beliau. Apakah Rasulullah Saw dan para shahabat memahami ayat tersebut sebagai perintah untuk dzikir bersama-sama satu suara?
Kalau anda menyatakan bahwa lafadz jama’ itu tidak selalu bersama-sama, maka bisakah anda menunjukkan bahwa lafadz jama’ itu tidak mungkin dimaknakan bersama-sama? Bagaimanakah dengan kisah para sahabat yang berdoa bersama Rasul saw dengan melantunkan syair (Qasidah) di saat menggali khandaq (parit). Rasul saw dan para sahabat ra bersenandung bersama-sama dengan ucapan: "Haamiiim laa Yunsharuun ...". (Lihat Kitab Sirah Ibn Hisyam, Bab Ghazwat Khandaq). Perlu anda ketahui bahwa sirah Ibn Hisyam adalah buku sejarah yang pertama ada dari sekian banyak buku-buku sejarah yang ada. Dengan kata lain, sirah Ibn Hisaym merupakan buku sejarah tertua. Karena ia adalah tabi'in. Sehingga akurasi sumber datanya lebih valid. Begitu juga pada waktu para sahabat membangun Masjidirrasul saw, mereka bersemangat sambil bersenandung: "Laa 'Iesy illa 'Iesyul akhirah, Allahummarham al-Anshar wal Muhaajirah". Setelah mendengar ini, Rasul Saw pun segera mengikuti ucapan mereka seraya bersenandung dengan semangat : "Laa 'Iesy illa 'Iesyul akhirah, Allahummarham al-Anshar wal Muhajirah ... " (Lihat, Sirah Ibn Hisyam, Bab Hijraturrasul: bina' masjidissyarif, hal 116). Ucapan ini pun merupakan doa Rasul Saw sebagaimana diriwayatkan dalam shahihain.
Mengenai makna berdiri (qiyaman), duduk (qu'udan) dan berbaring ('ala junubihim). Tidakkah anda pernah shalat berjamaah? Bukankah shalat juga melafalkan dzikir? Bukankah shalat itu bisa berdiri, duduk dan tidur miring?
Jadi ayat tersebut diatas lebih dititikberatkan kepada bagaimana tata cara orang shalat, namun secara umum dapat juga diartikan dzikir secara lafdzi. Seseorang dapat berdzikir kepada Allah dengan segala tingkah sesuai kemampuannya. Kalau anda memaknai bahwa dzikir berjamaah dengan tidur semua, duduk semua atau berdiri semua, manakah point yang menunjukkan itu? Bagaimana kalau dimaknai bila dzikir itu dibaca berjamaah, kita dapat berdiri, duduk dan tiduran sesuai dengan kondisi kita? Berdiri karena tidak lagi kebagian tempat, tiduran karena kondisi tubuhnya tidak memungkinkan.
Sahabat Rasul ra mengadakan shalat tarawih berjamaah, dan Rasul Saw justru malah menghindarinya, mestinya andapun shalat tarawih sendiri-sendiri. Kalau toh Rasul Saw melakukannya lalu menghindarinya, lantas mengapa Generasi Pertama yang terang benderang dengan keluhuran ini justru mengadakannya dengan berjamaah. Sebab mereka merasakan ada kelebihan dalam berjamaah, yaitu syiar, mereka masih butuh syiar dibesarkan, apalagi kita dimasa ini. Kalau anda tidak mau memaknai kalimat jama’ dengan arti bersama-sama, dari makna dan apa anda shalat tarawih berjamaah? Berdasar hadits dan ayat al-Qur’an yang mana?
Kita Ahlussunnah waljama’ah berdoa, berdzikir, dengan sirran wa jahran, di dalam hati, dalam kesendirian, dan bersama sama.
Sebagaimana dalam sebuah hadist Qudsi, Allah SWT berfirman:

"Bila ia (hambaku) menyebut namaku dalam dirinya, maka aku mengingatnya dalam diriku. Bila mereka menyebut namakau dalam kelompok besar, maka akupun menyebut (membanggakan) nama mereka dalam kelompok yg lebih besar dan lebih mulia." (HR Muslim).

Kita di majelis-majelis men-jahar-kan lafadz doa dan munajat untuk menyaingi panggung-panggung maksiat yang setiap malam menggelegar dengan dahsyatnya menghancurkan telinga, berpuluh ribu pemuda dan remaja memuja manusia-manusia pendosa dan mengelu-elukan nama mereka, menangis menjilati sepatu dan air seni mereka.., suara-suara itu menggema pula di televisi di rumah-rumah orang muslimin, di mobil-mogil, dan hampir disemua tempat.
Salahkah bila ada sekelompok pemuda mengelu-elukan nama Allah Yang Maha Tunggal? menggemakan nama Allah? Apakah Nama Allah sudah tak boleh dikumandangkan lagi di muka bumi?
Mewakili banyak hadits tentang dzikir berjamaah ini, ada baiknya jika kita memperhatikan hadits berikut:
Sabda Rasulullah Saw: “sungguh Allah memiliki malaikat yg beredar di muka bumi mengikuti dan menghadiri majelis-majelis dzikir. Bila mereka menemukannya, maka mereka berkumpul dan berdesakan hingga memenuhi antara hadirin hingga langit dunia. Bila majelis selesai, maka para malaikat itu berpencar dan kembali ke langit, dan Allah bertanya pada mereka dan Allah Maha Tahu: “dari mana kalian?” Mereka menjawab: kami datang dari hamba hamba-Mu, mereka berdoa pada-Mu, bertasbih pada-Mu, bertahlil pada-Mu, bertahmid pada-Mu, bertakbir pada-Mu, dan meminta kepada-Mu. Maka Allah bertanya: “Apa yg mereka minta?” Malaikat menjawab: “mereka meminta sorga” Allah bertanya: “apakah mereka telah melihat sorgaku?” Malaikat menjawab: “tidak”. Allah berkata: “Bagaimana bila mereka melihatnya”. Malaikat berkata: “mereka meminta perlindungan-Mu” Allah berkata: “mereka meminta perlindungan dari apa?” Malaikat berkata: “dari Api neraka”. Allah berkata: “apakah mereka telah melihat nerakaku?”. Malaikat menjawab: “tidak” Allah berkata: “Bagaimana kalau mereka melihat neraka-Ku.” Malaikat berkata: “mereka beristighfar pada-Mu” Allah berkata: “sudah kuampuni mereka, sudah kuberi permintaan mereka, dan sudah kulindungi mereka dari apa-apa yg mereka minta perlindungan darinya, malaikat berkata: “wahai Allah, diantara mereka ada si fulan hamba pendosa, ia hanya lewat lalu ikut duduk bersama mereka” Allah berkata: “baginya pengampunanku, dan mereka (ahlu dzikir) adalah kaum yang tidak ada yang dihinakan siapa-siapa yang duduk bersama mereka.”




0 comments